Saturday, February 03, 2018

Tribute to Padoti

Hai, namaku Padoti. Aku seekor kucing biasa berbulu hitam dan bermata kuning kehijauan. Sejak kecil, aku diadopsi oleh seseorang yang tinggal bersama 4 temannya di sebuah rumah yang ramai, mereka adalah Rizal, Kukuh, Ridho, Aan, dan Monang. Mereka sahabatku. Mereka kakakku. Mereka yang mengurusku dari kecil. Hobi? Hmm, hobiku adalah mendengar curhatan Rizal setiap dia pulang dari kampus, tidur di bawah kaki Kukuh, dan berusaha turun dari atas lemari karena Ridho selalu membawaku kesana.

Oh ya, aku tidak sendiri disini. Aku bersama Padito, partnerku sejak kecil, yang selalu menghabiskan jatah makanku. Mereka bilang aku cocok dengan Padito, tapi... Huh, dari kecil, Padito itu kucing yang sombong, mentang-mentang bulunya lebih bagus dariku. Setiap aku dan Padito tidak sengaja saling berpelukan saat tidur untuk menghangatkan diri, orang rumah, termasuk Fira, selalu mengabadikan momen itu. Tapi, aku tetap sayang Padito layaknya saudaraku sendiri.

Aku menyukai manusia, walaupun kadang mereka jahil, tetapi mereka selalu menyayangiku. Waktu itu, saat seisi rumah pulang kampung untuk beberapa minggu, mereka membeli 3 kilogram makanan untukku, Padito, dan Padedi, kucing yang diadopsi oleh Ridho. Betapa bahagianya kami, terutama Padito. Kerjanya makaan terus. Kemudian saat sahabatku pindah rumah, mereka tidak tega untuk membawaku dengan mobil pick-up, apalagi saat itu aku baru saja melahirkan dua anak, salah satunya bernama Kaos Kaki. Akhirnya, kami ditaruh di sebuah kandang besar dan Fira membawaku ke rumah baru dengan taksi online. Bapak taksi sempat kaget saat tau bahwa penumpangnya adalah kucing-kuing rumah, tapi Fira menenangkan dan menjelaskan bahwa kami tidak akan mengotori mobilnya. Aku sangat menikmati perjalanan hari itu, tapi tidak dengan Padito. Wajahnya was-was, dan saat sampai rumah baru, lidahnya selalu menjulur keluar, mengisyaratkan bahwa dia tidak tenang. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya.

Hari itu, Kaos Kaki pulang dengan lemas, aku tidak mengerti kenapa. Aku dekatkan diriku, tapi Kaos Kaki tidak menggubris. Lambat laun, Kaos Kaki menjadi semakin lemah. Tidak mau makan, tidurpun selalu menjauh dengan kami, sampai akhirnya aku harus menahan duka karena aku melihat anakku mati. Sejak saat itu, akupun jadi tidak mau makan, tidak enak untuk tidur, tidak bisa bermain dengan sahabatku. Saat Rizal membawaku ke dokter, aku baru mengetahui bahwa aku terkena virus yang tertular dari Kaos Kaki, anakku. Virus yang menyerang tubuhku sudah di stadium akhir, dan harapan hidupku hanya dua puluh persen, sangat tipis. Sepanjang perjalanan pulang, aku tidak mau melihat mata Rizal, aku belum siap untuk meninggalkan dia dan sahabatku yang lain.

Tapi tidak bisa dipungkiri lagi, virus itu dengan cepat menyerang semua tubuhku. Mulutku sangat sakit saat aku makan, mataku sangat sakit saat aku tutup untuk tidur, bahkan saat aku ingin buang airpun rasanya sakit sekali. Pelan-pelan, Rizal membawaku ke kandang kecil. Dia tahu, bahwa umurku tidak akan lama lagi. Dia tahu, bahwa aku akan pergi sebelum aku mati hanya karena aku tidak ingin melihat sahabatku menghadapi kematian.

Kini, aku tidak lagi menyapa kalian saat kalian sampai rumah. Aku tidak lagi menunggu kalian pulang. Aku tidak lagi mengganggu kalian saat kalian makan. Aku tidak lagi di samping kalian. Terima kasih, sahabat. Saatnya aku pergi, semoga Allah membalas kebaikan kalian.



Dear Padoti,
Terima kasih, sudah hadir di hidup Fira beberapa tahun belakangan. Ini kali pertama Fira benar-benar menyayangi peliharaan, walaupun awalnya memang bukan milik Fira. Fira merasa kamu bisa mendengar Fira, bisa memahami curhatan Fira setiap Fira berkunjung kesana.
Padoti, kemarin Fira menjenguk kamu, lho. Fira tidak tahu kamu sudah tidak ada. Kamu hanya diam di kandang kecil, Fira usap tanganmu dari luar. Keesokan harinya, Fira datang lagi. Fira kaget saat kamu masih dalam posisi yang sama seperti kemarin. Dari situ Fira tahu, Padoti sudah tidak ada.
Terima kasih, Padoti..

No comments:

Post a Comment

hey thanks for comment ☺