Wednesday, August 16, 2017

Untitled

I might not a perfect daughter for my mom and dad, but I will try to be the one who can make them proud.

“Kak, coba deh searching info-info double degree. Sayang, kan, kalau kesempatan kamu disini nggak dipakai”

Ketika aku mendapat lampu hijau itu, aku bergegas mengambil langkah. Aku mencari info, bertanya, mengikuti seminar, hanya untuk mentransfer informasi itu kepada orang tuaku. Sampai pada akhirnya, ada satu universitas yang baru saja bekerjasama dengan kampusku untuk mengadakan program itu. Senangnya bukan main. Aku ajak teman-temanku untuk bergabung, aku ikuti kursus Bahasa Inggris untuk mengikuti tes sebagai salah satu syarat pendaftaran program tersebut, aku rancang langkahku selanjutnya.

Biaya memang menjadi salah satu kendalaku. Bagaimana tidak, programku setahun disana nanti akan sama dengan biaya kuliahku dari awal sampai lulus nanti, bahkan lebih. Beruntungnya, orang tuaku sangat memegang prinsip “Coba aja dulu, rezeki nanti diatur Allah”. Dan, benar saja. Liburan semester kemarin, aku mengikuti salah satu program pertukaran pelajar yang membawaku ke Republik Ceko. Aku mendapatkan sponsor yang cukup untuk meng-cover perjalanan dan programku disana, termasuk uang saku, termasuk uang ‘tabungan’ku untuk program besarku di akhir perkuliahan nanti. Ayahku juga sudah mewanti-wanti “Kak, uangnya disimpan ya untuk double degree nanti, lumayan kan”. Sampai sekarang, sejumlah uang tersebut masih mengendap di rekeningku, hanya berputar untuk agenda-agenda yang kadang membutuhkan pinjaman sejumlah uang. Ingin rasanya aku mengembalikan semua uang itu ke ayahku.

Ayah, maafin Kakak.

Mungkin ini salah satu keputusan terberatku di kampus. Mungkin Allah mempunyai skenario yang lebih baik daripada skenarioku. Ada amanah besar yang menungguku di kampus. Mungkin aku tidak akan berperan besar disana, banyak rekanku yang bisa memberikan sumbangsih yang lebih berarti. Tapi setidaknya, aku bisa menebar manfaat selagi aku mendapat kesempatan.

Ayah, Mama, maafin Kakak.

Kakak janji, Kakak akan membuat Ayah dan Mama bangga dengan cara Kakak sendiri.


P.s.: Hari ini teman-teman double degreeku berangkat. Good luck, guys!


Monday, June 05, 2017

Selebar mungkin, Sejauh mungkin

Seperti yang sudah kubilang di postku sebelumnya, awalnya aku nggak niat kuliah.
Apa, nih, industri?
Aku bisa dapat apa, nih, disini?
Tapi ternyata aku menemukan satu titik terang yang membuatku berkata, "Wah, itu aku banget".
Akhirnya, perlahan aku mantapkan langkahku untuk mulai mengembangkan sayapku, untuk mulai mengenal dunia yang sepertinya semakin hari semakin asyik untuk aku selami.

And here I am
Berusaha sebisa mungkin untuk menebar manfaat sebanyak-banyaknya bagi orang lain.
Mengajar, membagi ilmu, mendapatkan lebih banyak ilmu disini.
Aku pikir, "Alhamdulillah, setidaknya aku bisa bermanfaat tidak hanya untuk diriku sendiri"

Tapi ada satu hal yang aku luput. Aku lupa bahwa di balik itu semua ada tanggung jawab yang begitu besar. Tanggung jawab untuk memperjuangkan kebenaran ilmu yang kusampaikan, tanggung jawab untuk mengembangkan ilmu yang kusampaikan, tanggung jawab untuk mengatur kembali penyampaian ilmu yang akan aku sampaikan untuk orang baru. Baik, memang itu kewajibanku.

Sampai pada suatu saat, saat kami ingin mengepakkan sayap kami ke sisi dunia lainnya, kami diingatkan pada tanggung jawab kami yang, katanya, kewajiban mutlak kami.
Bahaya, katanya, saat kami semua pergi untuk sementara, untuk membiarkan diri kami berkembang disana, untuk mencicipi pahit manisnya kehidupan di luar.
Bahaya, katanya, saat kami semua pergi untuk sementara, dan tidak ada yang menjaga rumah kami.

Baik, kami ingin pergi untuk beberapa saat, kami ingin menghirup udara di luar sana, tapi lumrahnya yang dilakukan semua orang sesaat sebelum meninggalkan rumahnya adalah menyiapkan segala hal yang dapat membuat kami tenang saat pergi; menyapu, membersihkan perabot rumah, dan memastikan agar semua aman.

Kemudian, analogi baru muncul; Apa jadinya jika kalian harus meninggalkan rumah di tangan sekelompok orang yang ingin tinggal di rumah kalian? Oh, itu bukan masalah. Orang yang kami izinkan untuk tinggal di rumah kami adalah, tentu saja, orang yang kami percayakan. Hanya saja, mereka belum tahu seperti apa seluk beluk rumahnya. Tapi mengenalkan rumah kita tidak membutuhkan waktu yang lama, kok. Memang sudah menjadi tugas kita sebagai tuan rumah lama untuk menyambut tuan rumah yang baru.

Jadi, apa salah jika kami meninggalkan rumah kami dengan keadaan yang bersih?

NB: Untuk teman-temanku, aku  bukannya aku apatis atau nggak peduli dengan keadaan, atau memang aku yang kurang peka, tapi meninggalkan rumah bukan berarti kita benar-benar membebaskan diri dari tugas kita kan?
Rumah yang kita tempati ini memang sarana untuk mengembangkan diri kita, tapi justru jangan ini jadi penghalang kita untuk berkembang lebih baik di luar.
Jadi bukan siapa yang akan mengalah dan menjaga rumah, tapi bagaimana kita mempersiapkan diri kita dan orang yang akan menempati rumah kita saat kita meninggalkannya untuk sementara, oke?